web 2.0

Selasa, 10 Maret 2009

Pelajaran Menulis Tak Perlu Membosankan

Oleh : Nurul Hidayati, Guru SD Khadijah 3 Surabaya

Merangkai kata dalam tulisan, dengan kata lain menulis, termasuk kegiatan yang tidak disukai siswa. Mereka aras-arasen setiap kali ditugasi menulis. Siswa memang mengerjakannya, tapi dengan terpaksa, sekadar menjalankan tugas. Karena itu, hasilnya pun terkesan asal-asalan dan monoton.

Padahal, rasa suka terhadap suatu kegiatan merupakan prasyarat keberhasilan di bidang apa pun. Karena itu, untuk menumbuhkan minat menulis siswa, guru harus jeli memilih cara agar kegiatan menulis menjadi menyenangkan bagi mereka. Guru harus bisa membuat anak jatuh cinta kepada kegiatan menulis. "Sekali anak jatuh cinta, tulisan mereka akan melejit," kata Leonhardt dalam 99 Cara Menjadikan Anak Anda Bergairah Menulis.

Wahyu Wibowo dalam buku Berani Menulis Artikel (2006: 80) mengemukakan, ada jenis pengetahuan lain yang dimiliki manusia, yakni pengetahuan intuitif (imajinatif). Pengetahuan yang amat khas manusia ini dapat difungsikan dalam empat hal. Pertama, kemampuan menciptakan imaji tanpa adanya objek nyata. Kedua, kemampuan imajinasi estetis, permainan fantasi yang disengaja dalam membentuk kombinasi yang harmonis. Ketiga, kemampuan fantasi dalam fungsi praktis. Yakni, menjelaskan sesuatu yang sulit atau abstrak. Keempat, kemampuan imajinasi dalam penemuan ilmiah, yang dapat membentuk bangunan intelektualitas manusia.

Imajinasi sangat diperlukan untuk membuat anak berani menatap masa depan, berani membayangkan kelak menjadi orang sukses seperti apa. Imajinasi juga sangat berperan dalam merumuskan cita-cita. Imajinasi adalah daya hebat yang dapat menerbangkan pikiran ke tempat yang sangat jauh.

Selama ini, cara guru mengajar menulis umumnya terkesan membosankan. Guru membagikan kertas sambil berkata, "Coba ceritakan pengalaman kalian saat liburan!" Pernah penulis mendengar rekan guru meminta siswanya membuat tulisan dengan cara agak berbeda, "Ayo, daripada kalian ramai ngomong dengan teman, lebih baik ngomong sama kertas!"

Menurut penulis, prolog itu menarik. Sayang, semua berhenti di sana. Siswa langsung diminta mulai menulis. Akan lebih seru andai prolog menarik tadi dilanjutkan dengan pendekatan yang bervariasi.

Misalnya, mengajak siswa berimajinasi. Maksudnya, sebelum menulis, ketika kertas siap di depan siswa, guru mengajak mereka berimajinasi atau berkhayal. Kegiatan bisa diawali dengan menjelaskan tema atau judul tulisan. Contohnya, Pergi ke Wisata Bahari Lamongan (WBL).

Siswa diminta memejamkan mata sambil membayangkan. Ketika semua sudah memejamkan mata, guru mengajak siswa membayangkan persiapan pergi ke WBL, dari persiapan di kelas, perjalanan ke lokasi, sampai tiba di lokasi, dan membagikan tiket masuk.

Guru bercerita dengan intonasi dan ekspresi yang membuat anak larut dalam cerita sambil sesekali membuat dialog yang memancing siswa untuk menjawab. Misalnya, "Itu, siapa yang menndorong-ndorong teman?" Saat siswa merespons, "Yoga, Bu!", guru merespons balik dengan mengatakan, "Yoga, jangan mendorong-ndorong teman gitu, Mas. Nanti jatuh!" Akhirnya, guru mengakhiri prolog dengan berkata, "Kita sudah sampai di WBL. Silakan membuka mata dan ceritakan apa yang kalian lihat dan lakukan di sana!" Kegiatan dilanjutkan siswa menulis cerita di kertas masing-masing.

Media gambar juga bisa digunakan untuk membantu siswa mengembangkan imajinasi. Guru bercerita sesuai gambar dengan ekspresi yang bisa membawa siswa larut dalam cerita. Bisa juga ditambah dengan menciptakan tokoh-tokoh imajiner. Lalu, guru mempersilakan siswa menceritakan apa yang terjadi selanjutnya sesuai imajinasi mereka.

Ada tiga hal penting di sini. Yakni, ekspresi, motivasi, dan apresiasi. Artinya, ketika bercerita, guru harus benar-benar berekspresi sesuai cerita yang dibuatnya. Selama kegiatan menulis, guru terus memotivasi siswa untuk mengembangkan imajinasi. Setelah itu, guru mengapresiasi apa pun hasil tulisan siswa. Ide-ide mereka perlu dihargai dan direspons positif. Dengan begitu, guru tidak memutuskan imajinasi siswa, sekalipun imajinasi tersebut mungkin perlu diluruskan. (soe)

Sumber: Jawa Pos, Selasa, 10 Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar