web 2.0

Minggu, 15 Maret 2009

Pujian sebagai Stimulus Pembelajaran

Oleh: Tri Sulistini, Guru SMPN 6 Pamekasan

SELAMA ini, guru meyakini bahwa penghargaan dan pujian akan mampu memotivasi siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan memberikan efek positif lainnya. Misalnya, mampu meningkatkan prestasi belajar. Padahal, itu tidak selamanya benar. Pemberian penghargaan dan pujian dalam waktu pendek dan tidak terus-menerus memang mampu memotivasi siswa. Namun, itu tidak untuk jangka panjang dan terus-menerus.

Menurut David Paul (2003:116), penghargaan dan pujian ternyata tidak selalu berakibat positif kepada siswa. Banyak akibat tidak baik yang bisa ditimbulkan dari pemberian penghargaan dan pujian yang tidak tepat. Antara lain, menurunkan tingkat ketertarikan. Penghargaan atau pujian lazimnya diberikan kepada siswa yang telah mampu melakukan aktivitas pembelajaran dengan baik atau sangat baik.

Namun, semakin banyak guru menggunakan penghargaan dan pujian, guru semakin membutuhkannya dan semakin sulit baginya untuk berhenti. Ini disebabkan siswa melakukan tindakan tertentu bukan karena mereka ingin melakukannya, tapi lebih kepada keinginan untuk mendapatkan penghargaan atau pujian. Siswa akan lebih fokus kepada bagaimana reaksi yang diberikan guru daripada tugas atau latihan yang diberikan guru. Jika guru berhenti memberikan penghargaan atau pujian untuk kegiatan baik atau sangat baik, biasanya siswa kehilangan rasa ketertarikan untuk mata pelajaran tersebut.

Penghargan dan pujian juga dapat menurunkan keaktifan siswa dalam belajar. Jika siswa mendapatkan penghargaan dan pujian, tanpa disadari oleh guru, siswa tersebut telah kehilangan fokus pembelajaran mereka. Mereka hanya melakukan sesuatu yang terkait dengan penghargaan dan pujian tersebut. Mereka cenderung tidak ingin mengambil kesempatan lain yang tidak ada hubungannya dengan penghargaan dan pujian tersebut.

Mereka tidak mau mengambil risiko-risiko pembelajaran yang memungkinkan gagal mendapatkan penghargaan dan pujian. Bahkan, sudut pandang mereka semakin sempit dan pada akhirnya tidak mampu memfokuskan diri kepada kompetensi yang sedang dipelajari. Akhirnya, mereka tidak mampu berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Penghargaan dan pujian pun memungkinkan kelas terbagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama adalah siswa yang senantiasa mendapat penghargaan dan pujian dan kelompok kedua adalah siswa yang tidak mendapatkan apa-apa. Jika siswa pada kelompok kedua dapat bersikap positif dengan berusaha mengejar ketertinggalan mereka, dipastikan pembelajaran bisa berhasil.

Sebaliknya, jika kelompok kedua bersikap negatif, semua itu justru membuat kelompok kedua semakin terpuruk. Dengan kata lain, kelompok pertama semakin cepat meraih keberhasilan, sedangkan kelompok kedua akan jauh tertinggal. Bagaimana seharusnya guru menempatkan penghargaan dan pujian sebagai stimulus yang memicu keberhasilan pembelajaran?

Guru dianjurkan untuk memperbaiki sistem penilaian. Siswa harus dibiasakan mendapatkan nilai baik jika belajar dengan baik dan sebaliknya akan kehilangan nilai jika tidak bekerja dengan baik. Sistem penilaian yang baik membuat siswa merasa dihargai dan dipuji. Memberikan penghargaan dan pujian sebaiknya mengarah langsung kepada pekerjaan yang dilakukan siswa, bukan kepada individu.

Lalu, guru harus melibatkan diri dalam tugas yang dikerjakan siswa dengan membuka dialog tentang aktivitas atau tugas tersebut dan membahas kesulitan mereka. Kemudian, menirukan kalimat mereka yang dianggap benar dan menuliskan pekerjaan mereka yang dianggap benar di papan. Dengan begitu, tergalilah potensi mereka secara utuh, yang sebenarnya merupakan penghargaan dan pujian tertinggi bagi siswa. (oki)

Sumber: Jawa Pos, Minggu, 15 Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar