web 2.0

Minggu, 15 Maret 2009

Matematika Itu Mudah dan Penting

Oleh: Fathurrofiq SS Guru SMP Al Hikmah, Surabaya

Pelajaran matematika atau fisika, bagi banyak siswa di negeri ini, masih dianggap sebagai pelajaran monster. Sulit dan menakutkan. Hasil unas tiap tahun menunjukkan, banyak siswa yang gagal unas karena nilai matematika mereka jeblok.

Pada tahun ajaran 2002/2003, tahun pertama pelaksanaan unas, dunia pendidikan menengah dikejutkan oleh tingginya angka ketidaklulusan siswa SLTP, terutama siswa sekolah swasta. Di Surabaya, di antara 33.234 siswa SLTP, 512 siswa tidak lulus. Penyebabnya adalah nilai matematika. Pada unas 2008, tercatat 634 siswa SMA di Surabaya dan ratusan siswa lain di luar Surabaya tidak lulus. Penyebabnya, mereka jeblok di matematika.

Masalah serius pendidikan matematika itu harus segera diurus. Ketika Uni Soviet pada 1957 mampu meluncurkan Sputnik I ke bulan, Amerika Serikat (AS) ngotot membenahi program pendidikan matematika di tingkat dasar dan menengah. Usaha besar-besaran dilakukan untuk mendongkrak kemampuan matematika generasi muda. AS menyadari pentingnya matematika sebagai dasar sains dan teknologi. Satu dasawarsa kemudian, AS mengejar ketertinggalan dari Soviet di bidang sains dan teknologi ruang angkasa.

Telah dimaklumi, sains dan teknologi membutuhkan matematika sebagai bahasa numerik. Untuk menguasai teknologi, dibutuhkan kecerdasan matematis, lebih-lebih teknologi roket. Penerbangan angkasa jelas membutuhkan ketepatan perhitungan matematika. Tidak sembarang ilmuwan bisa menjadi ilmuwan NASA (badan antariksa AS).

Salah satu pangkal rendahnya kecerdasan matematis, seperti terlihat dalam unas, adalah citra dan kesan sulit yang melekat dalam pelajaran matematika. Menghadapi kondisi ini, sebelum mempersoalkan materi atau kompetensi matematika, guru dan sekolah harus meyakinkan anak didik bahwa matematika itu mudah dan penting. Matematika tak lebih dari bahasa sehari-hari. Hanya, abjadnya berupa numerik (1, 2, 3...). Matematika adalah kebutuhan dasar dalam menjalankan kehidupan.

Mengoreksi persoalan metode pengajaran tidaklah berlebihan. Anak Indonesia yang dikirim untuk mengikuti Olimpiade Sains dan Matematika tingkat internasional menunjukkan, kecerdasan matematis mereka bisa mengungguli anak dari negara maju.

Bandingkan juga buku-buku dan modul matematika, seperti New Syllabus Mathematic terbitan Shinglee Publisher Pte Ltd yang diedit Lee Peng Yee. Atau, The Ultimate Study Guide Revised GCSE Mathematic terbitan Letts Educational Chismick Centre. Buku-buku itu memuat materi dan soal dengan tingkat kesulitan serupa dengan buku-buku matematika tulisan pendidik Indonesia. Yang beda hanya buku-buku tersebut berbahasa Inggris.

Karena itu, persoalan metodis-didaktis dalam pembelajaran matematika, yang masih banyak kelemahan, mesti menjadi agenda utama pemerintah, sekolah, dan guru matematika untuk dibenahi. Gerakan memasyarakatkan matematika, menjadikan anak-anak cinta dan biasa dengan matematika, juga perlu digalakkan. Diharapkan, anak menganggap matematika sebagai sesuatu yang biasa, sebiasa bahasa sehari-hari.

Kemajuan teknologi, jika masih diidamkan bangsa ini untuk sejajar dengan bangsa maju, mensyaratkan penguasaan matematika. SK Menristek No 11/M/KP/IX/2004 mencanangkan, pada 2025 Indonesia harus masuk jajaran 20 negara termaju di dunia dalam penguasaan sains dan teknologi. Itu berarti 16 tahun lagi. Bukan waktu yang lama. (soe)

Sumber:
Jawa Pos, Sabtu, 14 Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar