web 2.0

Jumat, 13 Maret 2009

Agar Seni Tak Terhambat Bakat

Oleh: Agus Buchori, Guru Seni Rupa di SMAM 6 Lamongan

BANYAK orang bilang, seni adalah sesuatu yang memerlukan bakat. Pendapat begitu tidak sepenuhnya salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Leonardo Da Vinci pun mengatakan, untuk menguasai sesuatu hanya diperlukan satu persen bakat, selebihnya kerja keras. Berarti, untuk menguasai seni, 99 persen yang diperlukan justru kerja keras.

Problemnya, pendapat bahwa seni memerlukan bakat juga menjangkiti sebagian besar siswa. Akibatnya, ketika mengikuti pelajaran seni, mereka malas karena merasa tidak berbakat.

Pelajaran kesenian yang diberikan kepada siswa di sekolah memang tidak ditujukan untuk standar kelulusan. Pelajaran tersebut dimaksudkan meningkatkan kepekaan rasa, yang diharapkan bisa menghaluskan budi pekerti siswa. Pelajaran ini juga menggali potensi siswa, barangkali ada yang ingin terjun di bidang seni. Di sini peran guru sebagai fasilitator menjadi penting. Sebab, guru juga bertindak sebagai pengamat potensi siswa.

Selain itu, pemberian motivasi dalam pelajaran seni menjadi salah satu tantangan bagi guru kesenian. Sebab, siswa umumnya lebih fokus pada mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional. Mereka berpikir, toh seni tidak memengaruhi kelulusan. Di sinilah tantangannya. Bagaimana seni menjadi pembelajaran yang menghibur di sela rutinitas siswa menggeluti pelajaran yang disiapkan untuk ujian nasional.

Dalam praktik pelajaran seni rupa, misalnya, guru seni sering mengambil contoh masa kecil masing-masing siswa. Saat kali pertama memegang alat tulis, aktivitas mereka adalah mencorat-coret atau menggambar. Awalnya tanpa bentuk jelas. Namun, dari beberapa kali latihan, mereka bisa membuat garis lurus, garis lengkung, dan spiral. Dari sana mereka bisa diyakinkan bahwa kegiatan menggambar bisa dipelajari.

Pertanyaannya, mengapa kemampuan mereka itu hilang ketika beranjak remaja? Salah satu penyebabnya, mungkin, kemampuan mereka terendam karena orang tua tidak suka, bahkan memarahi anak yang mencorat-coret tembok. Seharusnya orang tua memfasilitasi anak ketika mengekspresikan diri.

Pendidikan seni, seperti halnya ilmu lain, adalah kegiatan ilmiah yang bisa dikembangkan dari beberapa kali percobaan. Untuk menghasilkan karya monumental, seniman pun butuh proses panjang dan berliku. Affandi, salah satu maestro seni rupa Indonesia, perlu proses pematangan sejak menjadi juru gambar poster bioskop keliling hingga papan reklame toko. Melly Goeslow mengaku tidak mengenal not balok, tapi bisa menciptakan karya yang menggebrak dunia musik Indonesia. Tentu, bukan kebetulan kalau mereka meraih sukses. Pasti ada kerja keras dan proses panjang untuk mewujudkan kesuksesan tersebut.

Dalam pelajaran matematika, siswa pintar tentu bukan karena berbakat. Rutin mempelajari dan mengulang pelajaran adalah kunci keberhasilan mereka. Poin pentingnya adalah mereka mencintai matematika. Setali tiga uang, bagaimana kita bisa pintar di bidang seni kalau kita tidak mencintainya?

Siswa perlu diberi pengalaman dan dimotivasi agar mencintai pelajaran seni. Pertama, siswa bisa diajak mencari biografi seniman, sekaligus menganalisis perjalanan hidup mereka dalam proses menghasilkan karya. Diharapkan siswa dapat mengambil hikmah dari perjalanan hidup mereka dalam menggeluti profesi.

Kedua, memberi siswa materi pelajaran kesenian yang sesuai dengan konteks lingkungan mereka. Misalnya, kalau lingkungan kita dekat laut, karya seni yang dihasilkan tidak jauh dari tema kelautan, baik bahan maupun model karyanya. Tugas yang diberikan harus memudahkan siswa memperoleh bahan dan menggali inspirasi karena stimulusnya dekat dengan mereka.

Ketiga, meyakinkan siswa bahwa untuk bisa menguasai suatu bidang, tak peduli seni atau bukan, memerlukan latihan berulang-ulang, disiplin ketat, dan ketekunan. Dengan begitu, siswa yang semula kurang mencintai pelajaran seni menjadi lebih mencintainya. Sebab, mencintai adalah langkah pertama agar berhasil mendapatkan sesuatu dari yang kita cintai. (soe)

Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 13 Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar