web 2.0

Kamis, 12 Maret 2009

Kreatif dengan Bermain Peran

Oleh: Lilik Kholilah, Guru KB-TK Al Falah 2 Tropodo, Sidoarjo

BERMAIN peran dapat diartikan sebagai kegiatan bermain pura-pura, simbolik, fantasi, imajinasi, atau bermain drama. Meski disebut bermain peran, bukan berarti anak hanya bermain tanpa ada tujuan. Sebaliknya, ada banyak aspek yang dapat menunjang proses perkembangan saat kegiatan berlangsung.

Dengan bermain peran, mereka mendapat pengalaman unik, menarik, dan baru. Bahkan, mereka dapat mengaplikasikan pengalaman mereka sebelumnya ke dalam bermain peran sehingga bermain peran menjadi lebih hidup.

Seperti diungkapkan Vygotsky, ahli psikologi, bermain peran mendukung awal munculnya dua kemampuan penting. Yakni, kemampuan memisahkan pikiran dari kegiatan dan benda serta kemampuan menahan dorongan hati dan menyusun tindakan yang diarahkan sendiri dengan sengaja dan fleksibel. Vygotsky yakin, fungsi mental yang lebih tinggi berakar pada hubungan sosial dan kegiatan bekerja sama.

Bermain peran sendiri bertujuan agar anak belajar bermain dan bekerja dengan orang lain. Pertama, bermain peran dipandang sebagai kekuatan dasar perkembangan cipta, tahap ingatan, kerja sama kelompok, penerapan kosa kata, konsep hubungan kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan sudut pandang spasial, keterampilan sudut pandang afeksi, dan keterampilan sudut pandang kognisi.

Saat anak bermain, akan terlihat bagaimana cara anak menempatkan diri sesuai perannya. Di sinilah letak peran main peran yang sangat aplikatif. Misalnya, bila temanya profesi pedagang, ada peran penjual dan pembeli, ada kasir. Anak berperan bagaimana berangkat akan membeli, proses membeli, membayar di kasir yang harus antre, mendapat barang, dan pulang.

Dalam hal ini, anak belajar berkomunikasi. Misalnya, saat membeli, kata-kata apa yang harus diucapkan. Anak juga belajar mengendalikan diri saat antre membayar di kasir. Pada sudut pandang kognitif, anak belajar membedakan jenis barang yang dipilih dan berapa uang yang harus dibayar.

Atau, saat menjadi petani, ada sawah, topi petani (caping), dan alat pertanian. Dengan itu semua, anak akan antusias, sehingga proses pembelajaran jadi menyenangkan, mengesankan, dan mudah diserap. Bahkan, mereka mendapat pengalaman baru yang seru.

Kedua, bermain peran membolehkan anak menciptakan kembali masa lalu dan memproyeksikan diri ke masa depan serta mengembangkan keterampilan khayalan.

Saat bermain, anak bisa berimajinasi apa saja sesuai peran yang dipilih. Misalnya, saat anak berperan menjadi seorang ibu, dia akan bersikap berdasarkan pengalaman yang didapatnya. Bila dia diperlakukan dengan baik oleh ibunya, dia akan memperlakukan objek mainannya dengan baik pula.

Dalam mengembangkan keterampilan khayalan, anak juga akan berbuat kreatif berdasarkan imajinasi atau khayalannya. Misalnya, beberapa kursi ditata ke belakang memanjang menjadi sebuah kereta api. Inisiatif menata kursi dengan hasil yang diharapkan tentu memberikan kepuasan tersendiri bagi anak.

Di sini pula letak keunggulan bermain peran. Yakni, mendorong anak berbuat kreatif dan berpikir menciptakan sesuatu. Bahkan, tidak hanya pada anak, bermain peran juga mengondisikan guru menjadi lebih kreatif dalam menciptakan dan menyiapkan media pembelajaran yang akan digunakan. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran akan menjadi modal bagi anak untuk dapat bersosialisasi, berkomunikasi, percaya diri, kreatif, dan berinisiatif dalam kehidupan nyata. (soe)

Sumber: Jawa Pos, Selasa, 12 Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar