web 2.0

Senin, 09 Maret 2009

Pesan Moral Profesor Kecil

Oleh: Su'da Hidayah, Guru BK KB-TK Al Hikmah, Surabaya

"Ayah, Bunda, kata Bu Guru, kalau mau makan, kita harus membaca doa dulu," begitu celetuk seorang bocah berusia 3,5 tahun kepada orang tuanya saat makan malam bersama di rumah.

Cerita tersebut saya peroleh dari seorang wali murid kelompok bermain di tempat saya mengajar. Dari sekelumit cerita tersebut, bisa kita lihat betapa besar peran seorang guru terhadap perilaku anak didik. Betapa berpengaruhnya pesan moral yang disampaikan seorang guru kepada anak didiknya. Kita juga bisa melihat keberhasilan dakwah kita melalui anak yang masih begitu polos dengan bahasa lugu mereka.

Seandainya setiap hari ada satu saja wali murid yang menyampaikan cerita seperti itu, saya yakin semua orang yang menyandang profesi guru merasa puas. Seolah, inilah "bayaran" yang sangat berarti sebagai pengganti jerih payah mereka dalam mendidik siswa.

Saat ini, pandangan orang tua terhadap makna pendidikan formal di sekolah mulai mengalami pergeseran. Semula, orang tua menuntut anaknya mendapatkan nilai bagus pada semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Kemampuan akademis dipandang amat tinggi. Sehingga, kemampuan di bidang lain kadang diabaikan. Kini, kian banyak orang tua yang lebih memedulikan perkembangan moralitas anak-anaknya.

Sebagai seorang guru TK dan KB, saya banyak belajar dari para "profesor kecil" yang sangat luar biasa itu. Mereka memacu saya untuk terus mengembangkan diri, terus berusaha memahami mereka, agar bisa membantu mereka berkembang. Di mata saya, bocah-bocah polos tersebut seolah berkata, "Jangan pernah lelah memahamiku." Harapan itu seolah terucap melalui segala kepolosan dan kelucuan yang mereka punya serta segudang potensi yang mereka miliki.

Betapa teori conditioning milik Pavlov sangat berlaku di sini. Proses pembiasaan yang berulang akan membentuk pribadi anak. Seperti diketahui, pikiran dan jiwa anak seperti kertas putih yang bisa diisi dengan berbagai pesan bermakna dari lingkungan tempat mereka belajar. Semua itu akan tersimpan dalam memori di benak mereka dan sewaktu-waktu bisa diakses sebagai bekal kehidupan mendatang.

Otak anak dalam periode tersebut peka dalam menyerap informasi berbentuk apa pun. Karena itu, kita harus sangat hati-hati dalam memberikan informasi. Kita harus benar-benar memfilter apa yang seharusnya tidak layak diterima anak.

Di sinilah kerja sama yang solid antara sekolah, guru, dan orang tua sangat dibutuhkan. Sekolah sebisanya berusaha membiasakan anak dengan hal-hal baik. Tentu sangat disayangkan bila di rumah kebiasaan itu tidak diterapkan atau malah diabaikan. (soe)

Sumber: Jawa Pos, Senin, 09 Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar