web 2.0

Selasa, 10 Maret 2009

Biarlah Masa Lalu Menginspirasi Melalui Guru

Oleh : Sidik Nugroho, SD Pembangunan Jaya 2, Gedangan, Sidoarjo

Simak deretan angka ini, 27.01.08, 13.10. Deretan angka akan kita lupakan tak lama setelah kita bangkit berdiri dari membaca tulisan tersebut. Ya, angka-angka itu adalah tanggal dan waktu kematian mantan Presiden Soeharto.

Presiden kita yang lain, Bung Karno, pernah menyatakan agar kita jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Kita kenal singkatannya, Jasmerah. Sebuah bangsa dapat maju dan berkembang bila tak mengulangi kesalahan yang sama di masa lampau. Sejarah, yang memuat rekam jejak perguliran waktu, tak ayal dapat menjadi hakim bagi tiap hal dalam kehidupan kita. Karena itu, mari kita sadari kenyataan besar ini: sejarah itu penting.

Ketika mengajarkan IPS untuk kelas 3 dengan materi pokok ''Pekerjaan di Masyarakat dan Pentingnya Semangat Kerja'', saya menyiapkan beberapa kisah orang yang berhasil dan gagal dalam pekerjaannya. Saya mengisahkan Lumiere bersaudara dari Prancis, dua orang yang tercatat sebagai penampil film pertama. Koran menolak membantu publikasi karya perdana mereka, yang di kemudian hari justru menghebohkan dan menjadi tonggak berkembangnya film.

Saya kaitkan semangat Lumiere dengan dunia kerja. Saya tarik nilai-nilai positif dari semangat dan kerja keras mereka. Hasilnya mungkin tak tampak sekarang. Namun, paling tidak, antusiasme yang tampak dalam pembelajaran bisa menjadi indikasi kemungkinan pencapaian lebih besar, yang tidak terduga, dari kisah-kisah yang disampaikan itu.

Syukurlah, kurikulum sekarang, KTSP, memberi ruang bagi kita untuk mengemas pembelajaran lebih independen. Kesempatan ini mestinya menjadi ruang bagi kita untuk memberikan yang terbaik kepada murid. Seperti kata Winston Churchill, ''Kita hidup dengan apa yang kita peroleh. Namun, kita memperoleh kehidupan dengan apa yang kita beri.'' Mari, berikan ilmu, inspirasi, dan motivasi terbaik kepada murid-murid kita di zaman hidup serbasusah ini.

Kita tak dapat menyuruh anak didik belajar sementara kita sendiri malas belajar. Semua pemimpin besar adalah pembaca yang serius. Jika Anda selama ini sudah puas dengan gaya, metode, atau kegiatan pembelajaran Anda, baiklah. Mari kita takar kepuasan itu, seberapa jauh hasilnya. Selain dengan kisah inspiratif, Thomas Armstrong dalam buku Awakening Your Child's Natural Genius menyarankan lima kegiatan yang dapat membangkitkan kecerdasan sejarah.

Pohon Keluarga. Ini bisa dibuat dengan menyertakan profesi, foto, dan peran generasi-generasi kita terdahulu dalam suatu peristiwa penting (perang kemerdekaan, misalnya).

Situs Sejarah. Ini sudah umum dilakukan, yakni pergi ke tempat-tempat bersejarah.

Time Line atau Baris Waktu. Ini dapat dibuat dalam gulungan kertas panjang. Catat dan bagilah segmen waktu dalam gulungan itu. Lima ratus tahun lalu, misalnya, apa yang terjadi? Berilah foto, keterangan, penemuan, apa pun yang bersejarah pada masa itu dalam tampilan semenarik mungkin.

Wawancara. Bila kita berkesempatan bertemu tokoh yang melegenda karena karya dan pengabdiannya, coba wawancarai dan rekam suaranya. Atau, ambil gambarnya dengan handycam, tayangkan kembali dan diskusikan.

Simulasi Indra. Kegiatan ini merangsang historisasi (penyejarahan, penghayatan-pengalaman sejarah). Kegiatan ini bisa dilakukan lewat drama dengan mengenakan kostum, atribut, bahkan gaya bicara yang digunakan orang masa lalu.

Pada akhirnya, biarlah sejarah yang kita tuturkan dijadikan salah satu acuan siswa dalam menapaki hidup. Mercusuar kecil di tengah lautan kehidupan yang gulita dan berombak. Ketika saat ini mungkin tidak ada lagi panutan bagi mereka dalam melangkah, setidaknya ada tokoh masa lalu yang bisa ''bicara'' kepada mereka lewat guru-guru sejarah, Anda dan saya. (soe)

Sumber: Jawa Pos, Selasa, 10 Maret 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar